Senin, 11 April 2011

Tentang Mobil ; Beda Penggerak, Beda Karakter



Tempat mana yang paling baik untuk menempatkan mesin di kendaraan? Depan, tengah atau belakang? Semua posisi telah dicoba oleh berbagai produsen mobil dunia. Dan hasilnya, karakter pengedalian menjadi berbeda antara satu konfigurasi dengan yang lainnya.
Roda penggerak memiliki andil dalam menentukan karakter sebuah mobil. Selain itu sisi ekonomis atau performa menjadi pertimbangan produsen dalam menciptakan sebuah model atau tipe mobil. Bagaimana karakter serta alasan produsen memilih penempatan mesin dan penggerak?

Mesin depan-penggerak depan
Inilah perpaduan yang paling banyak dipilih saat ini oleh produsen mobil. Hampir semua jenis mobil menggunakannya, mulai dari city car, hatchback, sedan kecil sampai besar, SUV dan MPV. Beberapa di antaranya adalah Toyota Vios, Nissan Grand Livina dan Suzuki SX4.
Perpaduan ini mampu membuat mesin bekerja lebih efisien. Hal ini diperoleh berkat minimnya tingkat gesekan yang terjadi lantaran komponen yang digunakan lebih sedikit. Konfigurasi ini tak menggunakan as kopel untuk menyalurkan tenaga seperti pada penggerak belakang.
Kombinasi mesin depan-penggerak depan semakin efisien dengan peletakan mesin melintang. Karena garis sumbu putaran roda sudah sejajar dengan garis sumbu putaran mesin. Artinya gigi akhir hanya berfungsi sebagai gigi reduksi, bukan pengubah arah garis sumbu seperti di penggerak belakang.
Salah satu merek yang mempopulerkan penggunaan mesin depan-penggerak depan di Tanah Air adalah Honda pada era 1970-an. Saat itu sebagian besar mobil yang beredar masih berpenggerak roda belakang.
Kelemahan konfigurasi ini ada pada kekuatan as penggerak karena fungsi ganda yang harus ditanggung oleh roda depan. Yaitu sebagai roda penggerak, sekaligus sebagai kemudi yang mengendalikan arah kendaraan.
Tak heran bila karakter pengendalian mobil jenis ini pun menjadi berbeda. Gejala understeer atau nyelonong, menjadi ciri khas mobil berpenggerak depan. Hal itu disebabkan bobot kendaraan yang cenderung terpusat di depan.
Bobot kendaraan yang tertumpu di roda depan saat pengereman sebelum masuk tikungan membuat ban harus bekerja keras. Bila beban yang diterima begitu besar, ban mudah sekali kehilangan cengkeraman dan menyebabkan mobil mengalami understeer.
Kemungkinan ini semakin besar bila pengemudi sering menginjak dan mengangkat pedal gas dengan kasar. Ban pun mudah kehilangan traksi akibat efek engine brake atau akselerasi mendadak.
Untuk meminimalkan gejala ini, pengemudi diharamkan untuk memainkan pedal gas secara agresif saat di tikungan. Dan bila gejala understeer terjadi, pengemudi dapat mengoreksi arah kendaraan dengan mencoba meluruskan kemudi agar traksi ban didapat kembali, lalu kembali mengarahkannya ke sudut tikungan. Pindahkan transmisi ke posisi gigi lebih rendah untuk mendapatkan torsi mesin, lalu tekan pedal gas dengan lembut saat kemudi kembali diarahkan ke mulut tikungan.

Mesin depan-penggerak belakang
Kemampuan daya dorongnya membuat kendaraan niaga mengadopsi pilihan ini. Dan penggerak belakang pun mampu memberikan traksi baik saat kendaraan dimuati beban berat. Selain itu posisi mesin di depan diyakini mampu melindungi pengemudi dan penumpang saat terjadi benturan dari depan.
Kelebihan lain dari konfigurasi ini adalah karakter yang dihasilkan cenderung lebih halus dibanding penggerak depan. Itu sebabnya pilihan ini masih digunakan mobil-mobil mewah yang mengutamakan kenyamanan dan kehalusan.
Namun tentu saja model penggerak ini punya kelemahan. “Efisiensi mesin sulit didapat. Bila tenaga mesin pas-pasan, kerugian gesekan kian melemahkan performa mobil secara keseluruhan,” terang Teddy Irawan, Deputy Director Sales & Marketing PT Nissan Motor Indonesia.
Mesin depan-penggerak belakang juga membuat kemudi menjadi lebih ringan dan tidak seliar penggerak depan. Namun gejala oversteer cukup mudah terjadi saat menikung. Penurunan kecepatan membuat distribusi bobot kendaraan akan berpindah ke roda depan. Efeknya, roda belakang sebagai penggerak akan mudah kehilangan traksi bila pengemudi melakukan engine brake atau akselerasi.
Koreksi atau counter setir pun wajib dilakukan ketika gejala oversteer terjadi. Selain itu pengaturan injakan pedal gas dengan ritme yang sesuai diperlukan untuk mengembalikan traksi roda belakang. Perlu feeling yang baik untuk dapat melakukannya.

Mesin depan-penggerak empat roda
Awalnya, pilihan penggerak empat roda hanya diadopsi oleh kendaraan jenis jip. Kemampuan jelajah yang tinggi membuat semakin banyak produsen melirik pilihan ini.
Tersalurnya tenaga mesin ke keempat roda menghasilkan traksi roda yang sangat baik. Tak heran bila kemampuan akselerasinya pun menjadi lebih baik dibanding penggerak dua roda, baik roda depan ataupun belakang.
Namun gerak empat roda mensyaratkan dapur pacu yang bertenaga. Banyaknya komponen untuk menyalurkan tenaga mesin ke semua roda membuat tingkat gesekannya menjadi tinggi. Akibatnya, konsumsi bbm pun menjadi lebih boros.
Makanya, produsen mobil menerapkan sistem all-wheel drive yang bekerja dalam kondisi tertentu saja. Misalnya saat salah satu roda kehilangan traksi, atau ketika hendak melewati rintangan.
Contohnya di Tanah Air adalah Honda CR-V generasi pertama dan Ford Escape 4×4. Dalam kondisi normal, tenaga mesin hanya disalurkan ke roda depan. Tapi begitu roda depan kehilangan cengkeraman, secara otomatis tenaga mesin terbagi ke keempat roda.
Alhasil, sistem all-wheel drive menjadi pilihan terbaik. Efisiensi bahan bakar tetap dapat dicapai dan pengendaliannya menjadi begitu mudah. Gejala understeer atau oversteer pun menjadi sulit terjadi.
Sayangnya, gerak empat roda membuat harga mobil menjadi lebih mahal. Apalagi di Indonesia perbedaan pajak jenis penggerak ini membuat harganya melambung tinggi. Alhasil, mobil 4-wheel drive kurang diminati pasar Tanah Air.

Mesin belakang-penggerak belakang
Hanya sedikit mobil yang menggunakan konfigurasi mesin-penggerak ini. Salah satu merek yang konsisten menggunakannya adalah sportscar Porsche.
Seperti mobil dengan mesin depan-penggerak depan, konfigurasi ini mendapat keuntungan dari minimnya gesekan akibat berkurangnya komponen penggerak seperti as kopel. Namun bobot kendaraan yang terpusat di belakang membuat gejala oversteer mudah terjadi.
Untuk mencegah kemungkinan oversteer ini, produsen menggunakan ban bertapak lebar pada roda belakang dengan sumbu roda yang lebar pula sehingga menghasilkan daya cengkeram dan traksi lebih baik. Selain itu, titik pusat gravitasi pun dibuat serendah mungkin.
Penempatan mesin di belakang ini juga menghasilkan keuntungan dalam hal desain. Mobil bisa dibuat lebih aerodinamis dan moncongnya juga dapat dibuat landai.

Mesin tengah-penggerak belakang
Distibusi bobot yang seimbang menjadi pertimbangan utama konfigurasi seperti ini. Sayangnya, faktor kenyamanan harus dikorbankan karena interior menjadi terbatas oleh ruang mesin di belakang kabin. Selain itu, panas, getaran dan raungan mesin pun mudah dirasakan oleh pengemudi.
Honda NSX merupakan salah satu contoh mobil yang menempatkan mesin di tengah. Pengendalian mobil dengan konfigurasi ini relatif sulit karena ban belakang sebagai penggerak mudah sekali kehilangan cengkeramannya akibat tenaga mesin berlimpah.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita dalam menentukan mobil kita....